KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat
manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai Agama telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas
sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang Konsep Ketuhanan Dalam Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
STIE Sebelas April Sumedang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca.
Sumedang,
oktober 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang
Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu
Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam
menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa.Penciptaan
dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian
yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi
saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya.
Tuhan
dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi
manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka
berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus,
“jalan yang diridhai-Nya”.
Untuk
lebih memperdalam mengenai konsep ketuhanan dalam islam, kami akan
menyajikannya lewat makalah yang kami buat.
B.
Rumusan
Masalah
Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah
ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Siapakah
Tuhan itu?
2. Bagaimana
Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan ?
3. Bagaimana
pemikiran Tuhan menurut agama-agama wahyu ?
4. Sejauhmana
Pembuktian wujud adanya Tuhan ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Menambah
nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Mengetahui
bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam.
3. Mengetahui
filsafat Ketuhanan dalam Islam
4. Mengkaji
siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah pemikiran
manusia tentang Tuhan.
5. Mengetahui
penjelasan iman dan takwa, proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda
orang yang beriman dan bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan
“Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek
yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat al-Furqan
ayat 43.
Terangkanlah kepadaku
tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?
Tuhan (ilah)
ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Perkataan tersebut hendaklah
diartikan secara luas oleh kita. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai
berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan
hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta
perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan
terpaut cinta kepadanya. (M.
Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa
berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia
tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha
illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu
“tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan
Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang
bernama Allah.
B. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
1. Pemikiran
Barat
Yang
dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah,
baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur
sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya
proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak
zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif.
b. Animisme
Di samping
kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh
dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai
sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh
dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak
senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
c. Politeisme
Kepercayaan
dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan
terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui
diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama.
Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu).
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia
masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu
bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
e.
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme
melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari
filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme.
2. Pemikiran
Umat Islam
Dikalangan umat Islam terdapat polemik
dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu
faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi
penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah,
yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik
dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu
dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa
al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah
pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan
Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah
Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara
aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan
oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.
Menurut
Muktazilah, Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib memenuhi
janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib
memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain.
Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang
kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional
dengan sebutan Qadariah.
Sebaliknya,
aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat
(sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak.
Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia mungkin saja
menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia
menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham
Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.
C. Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama
Wahyu
Pengkajian
manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu
yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan
benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain
tertera dalam:
1.
QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang
diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu
seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah.
Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat
tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada
perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui
ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad
sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di
antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama
dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang
teramat besar.
2.
QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani
Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga,
dan tempat mereka adalah neraka.
3.
QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah,
Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.”
Dari
ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah
nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu
pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena
dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan
yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain
dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19.
Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan
kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain
surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad
ayat 4.
Dengan
mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran,
sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”,
dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang
datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya
Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya
esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi
bagian-bagian.
Keesaan
Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha
illa Allahharus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan
dan ucapannya.
Konsepsi
kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk
bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain
Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan
D. Pembuktian Wujud Adanya Tuhan
Allah
sebagai wujud yang tidak terbatas, maka
hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat
dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat
diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam
hal ini menjelaskan bahwa: “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara
menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal
untuk mengetahui-Nya.”
Selain itu,
jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki rasa
berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat ditekan dan
disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya, sehingga
terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah
atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi
ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan
lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
a.
Dalil Fitrah
Yaitu
perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak
terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan
mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan
ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
b.
Dalil Akal
Yaitu dengan
tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari
eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan
menemukan empat unsur alam semesta :
1. Ciptaan-Nya
Bila kita
perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis
dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. 35:28).
Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki
dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia,
tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum
ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS.
22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2. Kesempurnaan
Kalau kita
perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam
kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak
agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari
memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah
manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh
kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan
membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan
membeku. Firman Allah:
“Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan
Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan
tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.”
(QS. 67:3,4)
3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat
(QS. 25:2)
Alam ini
diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang
tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan
berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS.
20:50)
Allah
memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat
menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut
insting/naluri.
Eksistensi
Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan. Barangsiapa
yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan langit dan
bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang
adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu
adalah benar.” (QS.41:53)
a. Dalil Akhlaq
Secara fitrah
manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq) inilah, ia secar
naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya
berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia
adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan.
Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi
Allah. (QS. 91:7-8)
b. Dalil Wahyu
Para rasul
diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan
misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata
(kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah,
mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan
akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus
mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung
dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud),
Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan
bukti eksistensi Allah.
c. Dalil Sejarah
Semua umat
manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya Tuhan
yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah
menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang
memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno
bernama Plutarch).
Terdapat
beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu
dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul
perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang
ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan
kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan
Allah.
Adapun jalan
yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan
dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan dengan proses
tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda
kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah
yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga timbul keyakinan di
dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-191; 12:105;
10:101).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.
Dalam
ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru
diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang
muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada
dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.
2.
Kemudian yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin
3.
Allah sebagai wujud
yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai,
namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan
pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang
tak terhingga
B. Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk
memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syafaat, Drs.
H.M, Islam Agamaku, (Jakarta: Widjaya
Jakarta, 1974).
SEMOGA BERMANFAAT :)
SILAHKAN COPY DAN SERTAKAN LINK SUMBER NYA YA ;)
SILAHKAN COPY DAN SERTAKAN LINK SUMBER NYA YA ;)
JANGAN JADI PEMUDA PENJIPLAK , JADILAH ANAK BANGSA YANG BANGGA DENGAN KARYA SENDIRI DAN MENGHARGAI KARYA ORANG LAIN :) ;)
DON'T BE SILENT READ !!!!!!
DON'T BE SILENT READ !!!!!!