Thursday, July 30, 2015

MAKALAH KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

KATA PENGANTAR

            Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
            Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai Agama telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
            Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
            Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konsep Ketuhanan Dalam Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIE Sebelas April Sumedang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.





Sumedang, oktober  2014

Penyusun        



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa.Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya.
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya”.
Untuk lebih memperdalam mengenai konsep ketuhanan dalam islam, kami akan menyajikannya lewat makalah yang kami buat.

B.     Rumusan Masalah
 Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1.    Siapakah Tuhan itu?
2.    Bagaimana Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan ?
3.    Bagaimana pemikiran Tuhan menurut agama-agama wahyu ?
4.    Sejauhmana Pembuktian wujud adanya Tuhan ?




C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2.    Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam.
3.    Mengetahui filsafat Ketuhanan dalam Islam
4.    Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan.
5.    Mengetahui penjelasan iman dan takwa, proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda orang yang beriman dan bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat  al-Furqan ayat 43.
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Perkataan tersebut hendaklah diartikan secara luas oleh kita. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi  di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.
B.      Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
1.    Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
a.     Dinamisme
             Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.
b.    Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam  hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
 c.  Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

d.    Henoteisme
       Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
 e.    Monoteisme
       Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

2.    Pemikiran Umat Islam
      Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.
Menurut Muktazilah, Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan Qadariah.



Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.

C.      Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
1.         QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
       Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
2.         QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
3.         QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
        Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
        Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allahharus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan

D.      Pembuktian Wujud Adanya Tuhan
Allah sebagai wujud  yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini menjelaskan bahwa: “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”
Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat ditekan dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya, sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
a.       Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
b.      Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :
1.    Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2.    Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. 67:3,4)
3.    Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)
Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4.    Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri.
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a.    Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)
b.    Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.
c.    Dalil Sejarah
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno bernama Plutarch).
Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan  keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan Allah.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-191; 12:105; 10:101).





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.             Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.  
2.             Kemudian yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin
3.             Allah sebagai wujud  yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga

B.     Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.








DAFTAR PUSTAKA

1.            Syafaat, Drs. H.M, Islam Agamaku, (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1974).






SEMOGA BERMANFAAT :)
SILAHKAN COPY DAN SERTAKAN LINK SUMBER NYA YA ;)
JANGAN JADI PEMUDA PENJIPLAK , JADILAH ANAK BANGSA YANG BANGGA DENGAN KARYA SENDIRI DAN MENGHARGAI KARYA ORANG LAIN :) ;)
DON'T BE SILENT READ !!!!!!

No comments:

Post a Comment